Jumat, 25 Maret 2016

Sembilan Wali: Jejak Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Wali Songo atau lebih dikenal dengan sembilan wali tidak bisa di pisahkan dari tumbuhnya agama Islam di bumi Indonesia. Peran wali ini dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa sangatlah vital, yaitu dengan mendirikan sejumlah pesantren di tanah Jawa yang ketika itu mayoritas beragama Hindu di bawah kekuasaan Majapahit. Beberapa anggota dewan wali yang berpusat di Glagahwangi atau di kenal dengan nama Demak Bintara ini merupakan raja-raja dan adipati Majapahit, bahkan ada yang masih kerabat Kerajaan Majapahit ketika itu sehingga penyebaran agama Islam tidak begitu sukar.
Dalam menyebarkan Islam, para wali ini terkenal kejeniusan dan kesantunan mereka dalam membawakan ajaran agama, mereka menggunakan pendekatan akulturasi budaya sehingga tidak terjadi gejolak di mana-mana, bahkan mendapat simpati dari raja terkahir Majapahit, yaitu Brawijaya V, berbeda sekali dengan cara penyebaran agama saat ini oleh orang-orang asing yang gemar sekali mengatakan bid’ah menurut versi mereka. Budaya Jawa tidak mereka tumpas habis, melainkan mereka dekati dengan penuh kesantunan dan toleransi. Bahkan salah satu sunan (sebutan bagi perorangan wali) demi mempertahankan toleransi kepada pemeluk Hindu (karena Sapi adalah hewan yang disucikan oleh umat Hindu kala itu), tidak memakan daging sapi, dan menggantinya dengan kerbau, sehingga sampai saat ini masih ada kuliner dari daerah di Jawa Tengah yaitu Soto Kerbau dan Sate Kerbau.

Berikut ini adalah nama-nama mereka:

1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau berdakwah di daerah Gresik, Jawa Timur, beliau masih keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Ali Zainal Abidin Al Husein bin Ali Bin Abi Thalib. Beliau berasal dari Maghribi, Afrika Utara yang datang ke nusantara pada tahun 1379 bersama dengan Raja Cermin. Sunan Gresik wafat tahun 1419 Masehi atau 882 H.

2. Sunan Ampel
Nama asli beliau adalah Raden Rahmat putra dari Raja Campa, beliau adalah beristri Nyi Ageng Manila dari Tuban. Sunan Ampel mendirikan sebuah pesantren yang sampai saat ini masih dapat ditemui jejaknya di daerah Ampeldenta Surabaya.
Beliau mempunyai 4 orang anak, yaitu: Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang, Syarifuddin (Sunan Drajad), Ageng Maloka, dan Dewi Sarah yang diperistri Sunan Kalijaga.

3. Sunan Bonang
Nama asli beliau adalah Maulana Makdum Ibrahim. Beliau mempunyai jasa besar dalam mengislamkan daerah Gresik dengan lantunan sastra yaitu: Tembang Macapat, menyempurnakan instrumen gamelan dan bonang (karena itulah beliau digelari Sunan Bonang) kenong dan kempul.
Sunan Bonang merupakan sesepuh para wali songo, ketika terjadi penobatan Sultan pertama Kesultanan Demak Bintoro, beliaulah yang ditunjuk melantik Raden Fatah untuk mempimpin umat Islam di tanah Jawa disaksikan wali-wali lainnya.

4. Sunan Drajat
Nama asli beliau adalah Raden Qasim. Beliau hidup tahun 1400 saka atau tahun 1478 Masehi. Beliau dikenal fasih berorasi kepada adipati-adipati Majapahit yang menindas rakyat kecil ketika terjadi krisis ekonomi dan sosial yang menyebabkan rakyat menderita. Karya beliau dalam bidang sastra adalah tembang pangkur.

5. Sunan Kalijaga
Bernama asli Raden Said, putera Tumenggung Wilatikta. Ibunya bernama Dewi Nawangrum dan beristri Dewi Sarah. Pada masa muda, Raden Said terkenal sebagai brandal Lokajaya karena gemar merampok para saudagar yang zalim serta antek-antek Majapahit yang menindas rakyat jelata. Sunan Bonanglah yang menginsyafkan Raden Said, dan atas suruhan untuk menjaga kali, maka beliau dijuluki Sunan Kalijaga.
Karya beliau diantaranya:
1. Tiang masjid Demak yang terbuat dari tatal.
2. Gamelan Nagawilaga
3. Gamelan Guntur Madu
4. Gamelan Nyai Sekati
5. Gamelan Kyai Sekati
6. Wayang Kulit, dan yang terkenal adalah perihal Jamus/Layang Kalimusada yang aslinya adalah kalimat syahadat.
7. Baju takwa
8. Tembang Dhandhanggula
9. Kain balik
10. Syair dan tembang pesantren seperti lir-ilir

6. Sunan Giri
Nama asli beliau adalah Raden Paku, ayah beliau adalah Maulana Ishak dari Pasai yang memperistrikan Sekardadhu puteri adipati Blambangan. Dalam berdakwa beliau menggunakan pendekatan budaya yaitu:
1. Permainan jetungan
2. Jamuran
3. Gula ganti
4. Cublak-cublak suweng
5. Tembang Asmarandana
6. Tembang Pocung

7. Sunan Kudus
Nama asli beliau adalah Ja’far Shadiq, ayah beliau adalah Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung di jipang Panolan, Blora. Beliau masih berketurnan dengan Nabi Muhammad SAW dari Husain bin Ali. Tembang Mas Kumambang dan Tembang Mijil merupakan karya beliau. Sunan Kudus terkenal dengan toleransinya, beliau tahu bahwa sapi adalah binatang yang disucikan kala itu oleh umat Hindu, sehingga beliau tidak menjadikan sapi sebagai makanan konsumsi dan menggantikannya dengan kerbau, sehingga jejak beliau dalam bidang makanan masih tercium hingga saat ini yaitu cikal bakal Soto Kerbau dan Sate Kerbau di Kudus, Jawa Tengah.

8. Sunan Muria
Sunan Muria adalah putera Sunan Kalijaga, nama kecil beliau adalah Raden Umar Said. Disebut Sunan Muria karena beliau berdakwah di Gunung Muria, Jawa Tengah. Tembang sinom dan tembang kinanthi adalah karya beliau.

9. Sunan Gunung Jati
Nama asli beliau adalah Syarif Hidayatullah, beliau masih keturunan Nabi Muhammad SAW. Masa kecil hingga dewasa beliau habiskan di Mesir bersama ibunya yang masih bertalian darah dengan Kerajaan Siliwangi. Salah satu riwayat beliau yang sudah dikenal keabsahannya adalah perihal pernikahan beliau dengan putri Cina yaitu Ong Tien, yang berputra Arya Kemuning. Adalah salah kaprah kalau mengatakan Sunan Gunung Jati adalah Fatahilah atau Falatehan, karena di makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, makam Sunan Gunung Jati dan Fatahilah itu berbeda, di makam Fatahilah secara eksplisit disebut sebagai Tubagus Pasai yang menandakan kelahiran Fatahilah di Pasai.

Syaikh Siti Jenar/Lemah Abang
Asal usul Siti Jenar masih misteri. Tetapi faktanya beliau memang mengajarkan ajaran yang berbeda dengan 9 wali lainnya. Beliau mengajarkan ilmu tasawuf yang saat itu sebenarnya belum saatnya untuk diajarkan pada umat Islam awam. Beliau mengajarkan agar masyarakat mendekatkan diri pada Allah karena pada hakikatnya diri mereka adalah Allah itu sendiri, yang terkenal dengan Wihdatul Wujud. Dia tidak mematuhi pemerintahan Raden Fatah, karena bagi beliau jika agama dan pemerintahan maka yang terjadi hanyalah ambisi politik. Karena ketidakpatuhan dan membuat huru-hara ajaran Islam di umat awam kepada Raden Fatah itulah, para wali bersidang agar Siti Jenar dihukum mati jika tidak bertaubat.
Meskipun sudah di bujuk secara halus, agaknya Syaikh Siti Jenar tetap bersikukuh dengan pendiriannya, maka Sunan Gunung Jatipun melucuti senjata dan membimbing Siti Jenar menuju kealam baka melalui mokhsa yang dia bicarakan sebelumnya.

Wali Songo mengislamkan tanah Jawa dengan perdamaian dan toleransi, dapat dikatakan Islam disebarkan dengan damai, bukan disebarkan dengan bid’ah, cara-cara mereka yang santun dan simple sangat berbeda dengan para pendakwah yang datang dikemudian hari dengan mengajarkan “perpecahan umat” dengan mengutip dalil sana dan sini sehingga terjadi kekacauan di tengah masyarakat, mereka yang dikategorikan ajaran Transnasional itulah sejatinya yang harus diperangi ketika menjajakan kaki di Indonesia. Bagi golongan tersebut, golongan mereka adalah golongan yang paling Islami, sehingga mereka sangat gemar mendalih mengingatkan umat Islam dan menganjurkan mengikuti jalan orang-orang terdahulu di abad ketujuh masehi yang jalannya tentu tidak sama dengan jalan saat ini yang sudah berkembang.

sumber : https://mygoder.wordpress.com/2009/09/17/sembilan-wali-jejak-penyebaran-islam-di-tanah-jawa/